- Penduduk Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, pada Senin (11/8/2025) melakukan aksi protes karena air sumur mengalami pencemaran.
Aksi yang digelar oleh Gugatan Rakyat Cirebon (GRC) ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari isu pencemaran lingkungan yang diduga berasal dari TPA Kopi Luhur.
Orang-orang datang membawa air limbah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur dan memanfaatkannya untuk mengecat dinding yang bertuliskan 'Kantor Wali Kota Cirebon' sebagai wujud pengaduan.
Pada aksi tersebut, masyarakat membacakan sembilan tuntutan.
Dimulai dari penilaian kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon, audit menyeluruh, hingga pemeriksaan terhadap TPA ilegal.
Mereka telah beberapa kali berusaha bertemu dengan Wali Kota, tetapi selalu mengalami kebuntuan.
"Alasannya selalu pergi ke luar kota. Kami berharap beliau bersedia berbicara langsung dengan masyarakat," kata warga sekaligus Ketua RT 04 Kampung Kalilunyu, Asep Hidayatullah, di tengah aksi pada Senin (11/8/2025).
Asep menyatakan, air limbah yang dibawa ke kantor kota berasal dari kolam penampungan yang pernah mengalami kebocoran.
Menurutnya, keadaan tersebut baru diatur kembali setelah adanya tindakan hukum dari Kementerian Lingkungan Hidup.
"Maka dari itu, kami juga meminta kementerian mengirimkan auditor untuk mengecek, apakah penanganannya sudah benar atau belum," kata Asep, dilansir dariTribun Jabar.
Asep mengatakan, jarak antara TPA Kopi Luhur dengan pemukiman penduduk sekitar satu kilometer dan berada di lokasi yang lebih tinggi.
Ia mengira limbah dari TPA Kopi Luhur meresap ke dalam tanah dan mencemari air sumur penduduk.
"TPA di atas, rumah warga di bawah. Maka air limbah tersebut bisa masuk ke dalam tanah dan mencapai sumur kami," kata Asep.
Akibatnya, ia enggan memanfaatkan air sumur untuk keperluan sehari-hari.
"Kami sudah tidak berani digunakan untuk memasak atau minum. Jika digunakan untuk mandi malah menyebabkan gatal-gatal," katanya.

Warga menegaskan akan terus melakukan aksi serta mengambil langkah hukum jika tuntutan tidak terpenuhi.
"Kami didukung oleh teman-teman mahasiswa hukum untuk melakukan aksi atau mengajukan gugatan jika Pak Wali tetap tidak bersedia mengadakan audiensi," tegasnya.
Asep juga meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau KDM, untuk datang langsung meninjau situasi TPA Kopi Luhur.
Menurutnya, keinginan masyarakat selama ini tampaknya tidak pernah sampai kepada pemerintah provinsi.
Kami juga mengajak Kang Dedi Mulyadi segera datang ke TPA Kopi Luhur. Karena tampaknya informasi dari warga Argasunya mengenai keluhan ini belum sampai ke tingkat provinsi.
"Mohon teman-teman media bantu sampaikan, agar beliau mengambil sikap. Bertemu Pak Wali saja sulitnya minta ampun," kata Asep.
Sementara menurut warga lainnya, Sri Hayati (35) mengatakan telah dua tahun terakhir menutup rapat saluran airnya karena tidak layak digunakan.
"Sekarang untuk masakan dan minuman, kami membeli galon setiap minggu. Tapi ini menjadi pengeluaran tambahan," ujar Sri.
Pengamatan di lokasi, aksi masyarakat juga diperiahkan dengan peragaan teatrikal dan pidato bergantian dari atas mobil komando.
Bendera dan poster protes terpajang di depan gedung kota.
Namun, massa hanya bertemu dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon, Yuni Darti, sehingga mereka memutuskan untuk bubar dengan perasaan kecewa.
Warga mengatakan merasa lelah karena masalah ini telah berlangsung puluhan tahun tanpa adanya penyelesaian.
Air sumur yang dahulu jernih kini menjadi keruh, berbau, dan menyebabkan gatal-gatal.

Demonstrasi juga dilakukan oleh warga di Kelurahan Watas Lubuk Durian, Kecamatan Lubuklinggau Barat I, Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, yang marah karena air tidak mengalir.
Mereka langsung pergi ke kantor Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bukit Sulap (PDAM TBS) untuk mengambil air.
Tidak hanya mengambil air, mereka juga melakukan aktivitas mandi serta mencuci secara langsung di kantor PDAM Tirta Bukit Sulap.
Seorang warga, Mat, menyampaikan bahwa dirinya sangat kecewa dengan kondisi air PDAM yang sering tidak mengalir ke rumah penduduk.
"Kami warga antre mengambil air minum dari kantor PDAM langsung," keluhnya kepada wartawan di Lubuklinggau, Minggu (3/8/2025).
"Karena kami mengalami krisis air bersih, ini kondisinya sekarang," tambahnya, melansir Tribun Sumsel.
Warga Kelurahan Watas Lubuk Durian, Kecamatan Lubuklinggau Barat 1, menyampaikan, sangat kecewa terhadap kinerja PDAM TBS yang lebih sering tidak berfungsi daripada bekerja dengan baik.
Semakin dalam air yang hidup, keadaan airnya sangat keruh.
Sehingga menyebabkan air tersebut tidak layak diminum, baik untuk mandi maupun mencuci pakaian.
"Itu air terkadang tidak layak diminum karena keruh, karena air itu langsung berasal dari (Sungai) Kasie. Air bersih hanya digunakan untuk mengisi tangki," kata Mat.

Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan, Kepala PDAM Tirta Bukit Sulap, Hadi Purwanto menyampaikan, penurunan produksi disebabkan oleh berkurangnya sumber air baku akibat musim kemarau.
"Karena sumber air baku yang baik, yaitu Sungai Kelingi, Sungai Kasie, dan Sungai Apor, mengalami penyempitan," ujar Hadi kepada para jurnalis, tidak lama yang lalu.
Bahkan, Hadi khawatir jika debit air semakin berkurang, PDAM Tirta Bukit Sulap berisiko menghentikan operasinya.
"Bila kondisi kemarau berlangsung terus-menerus sehingga menyebabkan air sungai alami mengalami penyempitan, maka pompa tidak mampu menyerap air lagi dari sumber baku. Karena sumber air baku tidak bisa masuk," katanya.
Namun, Hadi menyampaikan bahwa kondisi saat ini masih dalam keadaan stabil.
Setiap minggu, pihak tersebut terus memantau kondisi lapangan serta melakukan pemeriksaan.
Jika tidak hujan, terus berkurang. Tapi alhamdulillah masih bisa kita bagikan untuk saat ini meskipun ada sedikit keluhan.
"Sehari kapasitas produksinya besar, jika biasanya 250 liter per detik," katanya.