
.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga saat ini belum mengizinkan pendirian fintech peer to peer (P2P) lending baru. Meskipun demikian, OJK telah mengeluarkan beberapa peraturan guna memperkuat prinsip kehati-hatian dalam bisnis tersebut.
Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menganggap bahwa saatnya OJK mengizinkan penundaan sementara pada fintech lending.
Nailul mengatakan terdapat beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan bagi regulator, seperti adanya aturan modal minimum sebesar Rp 12,5 miliar. Selain itu, ia menyebut bahwa penghapusan moratorium juga dapat mengurangi jumlah pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Saya kira sudah saatnya diberlakukan moratorium dengan aturan modal minimum sebesar Rp 12,5 miliar. Selain 96 pindar, jika ada pinjol ilegal yang telah memenuhi syarat modal, lebih baik diizinkan secara resmi, agar mengurangi jumlah pinjol ilegal," katanya kepada , Minggu (17/8/2025).
Menurutnya, yang paling penting adalah ketika pinjaman ilegal tersebut menjadi legal dan masuk ke dalam ekosistem pindar, tentu mereka harus mematuhi aturan OJK.
Indikator lain yang menunjukkan kemungkinan penghapusan moratorium, antara lain pertumbuhan laba industri yang stabil, permintaan yang semakin meningkat (pasar masih luas), serta rasio kredit macet atau TWP90 yang masih dalam kendali.
"Kita nanti akan melakukan seleksi alami di industri pindah," kata Nailul.
Ketahui bahwa hingga saat ini OJK belum mengumumkan penundaan operasional fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pindar). Hal ini karena regulator masih akan memantau perkembangan industri terlebih dahulu.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan LJK Lainnya OJK Hari Gamawan menyatakan bahwa OJK masih akan mempertimbangkan beberapa hal terlebih dahulu sebelum mengumumkan moratorium.
"Kami terlebih dahulu melihat, tentu saja ada pertimbangan-pertimbangan mengenai industri tersebut dan pengawasannya," katanya saat menghadiri acara di kawasan Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025).
Hari menyampaikan bahwa saat ini OJK masih fokus dalam memperkuat sektor fintech lending, termasuk melalui penerbitan berbagai peraturan. Ia mengatakan salah satu yang terbaru adalah Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 yang bertujuan untuk memperkuat tata kelola.
Jika pelaksanaan peraturan yang dikeluarkan berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap sektor industri, Hari mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya kesempatan untuk menerapkan moratorium.
"Sudah ada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang baru, nanti kami akan terlebih dahulu melihat bagaimana penerapannya dan apakah pelaku usaha mematuhi aturan tersebut," ujar Hari.
Sebagai informasi, penghentian sementara (moratorium) dalam fintech lending merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan proporsi penyaluran yang bersifat produktif. Berdasarkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Fintech Lending pada fase 2 tahun 2025-2026, proporsi produktif harus mencapai 40%-50%. Namun, saat ini angkanya masih di bawah target tersebut.
Data OJK menunjukkan bahwa penyaluran pembiayaan fintech lending ke sektor produktif mencapai Rp 28,83 triliun pada Mei 2025. Angka ini menyumbang 34,91% dari total pembiayaan yang tercatat sebesar Rp 82,59 triliun pada bulan yang sama.