
KOMPAS. com -Sebagai orang tua, kita perlu cerdas dalam memilih produk yang digunakan pada kulit bayi karena dapat berdampak negatif terhadap kesehatan kulitnya.
Penelitian yang dilakukan The Times menemukan bahwa bayi dan anak kecil kini sering terpapar produk kosmetik untuk orang dewasa, mulai dari parfum semprot, cat kuku, hingga tato henna hitam.
Meski terlihat menggemaskan dan cocok untuk diunggah ke Instagram, ilmu pengetahuan menunjukkan sisi yang jauh lebih memprihatinkan. Kulit bayi berbeda secara biologis dibandingkan kulit orang dewasa, yaitu lebih halus, lebih mudah menyerap, dan masih dalam proses perkembangan.
Berdasarkan pendapat ahli anatomi dari Lancaster University, Profesor Adam Taylor, paparan terhadap beberapa produk tertentu dapat memicu masalah langsung seperti iritasi atau reaksi alergi, serta dalam jangka panjang berpotensi mengganggu keseimbangan hormon.
"Kulit bayi yang baru lahir memiliki jumlah lapisan yang sama dengan kulit orang dewasa, namun lapisannya hingga 30 persen lebih tipis," ujarnya.
Lapisan pelindung yang lebih halus memungkinkan zat-zat, termasuk bahan kimia, untuk menembus ke jaringan yang lebih dalam dan masuk ke dalam aliran darah.
Kulit bayi memiliki kadar air yang lebih tinggi serta menghasilkan sedikit sebum (minyak alami yang berfungsi melindungi dan melembapkan kulit). Hal ini membuatnya lebih rentan terhadap kehilangan kelembapan, kulit kering, dan iritasi, terutama ketika terkena bahan pewangi atau krim yang tidak dirancang khusus untuk bayi.
Mikrobioma kulit – lapisan perlindungan yang terdiri dari mikroba baik – juga memerlukan waktu untuk berkembang. Pada usia tiga tahun, kulit anak telah selesai membentuk mikrobioma pertamanya. Sebelum masa tersebut, produk yang digunakan pada kulit dapat mengganggu keseimbangan yang rentan ini.
Pada masa pubertas, struktur dan mikrobioma kulit mengalami perubahan kembali, sehingga memengaruhi cara kulit merespons produk.
Dampak jangka panjang penggunaan kosmetik
Penelitian menemukan bahwa bronzer dan kutek sering digunakan oleh anak-anak. Produk-produk ini terkadang mengandung bahan kimia berbahaya atau bahkan zat yang bersifat karsinogenik, seperti formaldehida, toluena, dan dibutil ftalat.
Toluena diketahui sebagai zat beracun bagi sistem saraf, sedangkan dibutil ftalat termasuk pengganggu hormon, yaitu senyawa kimia yang mampu mengganggu aktivitas hormon, yang bisa berdampak pada pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan reproduksi.
Kedua bahan tersebut lebih mudah menembus kulit bayi yang lebih halus dan lebih rentan.
Taylor juga menyoroti penggunaan tato sementara, khususnya henna hitam, meskipun kosmetik ini cukup diminati tetapi tidak selalu aman.
"Henna hitam adalah penyebab umum dermatitis kontak pada anak-anak dan mungkin mengandung para-fenilendiamin (PPD), zat kimia yang diizinkan digunakan dalam pewarna rambut tetapi tidak dianjurkan untuk diterapkan langsung ke kulit," katanya.
Paparan PPD bisa memicu reaksi alergi yang berat dan, dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan kanker. Anak-anak mungkin mengalami hipopigmentasi – bercak putih di area kulit yang kehilangan warna – atau, pada orang dewasa, hiperpigmentasi yang bisa bertahan selama beberapa bulan atau bahkan bersifat permanen.
Natural tidak berarti aman
Barang yang dipromosikan sebagai "alami" atau "bersih" juga bisa memicu reaksi alergi. Propolis (lem lebah), misalnya, terdapat dalam berbagai produk perawatan kulit alami namun dapat menyebabkan dermatitis kontak pada hingga 16% anak-anak.
Sebuah penelitian menemukan rata-rata 4,5 alergen kontak per produk dalam kategori perawatan kulit "alami". Dari 1.651 produk perawatan pribadi "alami" yang tersedia di pasar Amerika Serikat, hanya 96 (5,8%) yang tidak mengandung alergen kontak.
"Anak-anak dan bayi bukanlah orang dewasa yang lebih kecil. Kulit mereka masih dalam proses perkembangan dan lebih rentan terhadap iritasi, penyerapan bahan kimia, serta dampak sistemik: zat yang masuk melalui kulit bisa masuk ke aliran darah dan berpotensi memengaruhi organ atau sistem biologis di seluruh tubuh," ujarnya.