Demi Kecerdasan Super, Zuckerberg Bayar Mahal 4 Ilmuwan OpenAI untuk Gabung ke Meta

- Industri artificial intelligence (AI) di Amerika Serikat (AS) saat ini didominasi oleh para peneliti dan ilmuwan asal Tiongkok, bahkan setiap perusahaan AI saling berebut untuk mendapatkan talenta-talenta tersebut.

Dikutip dari Wired, empat ilmuwan AI yaitu Shengjia Zhao, Shuchao Bi, Jiahui Yu, dan Hongyu Ren diketahui baru-baru ini pindah dari OpenAI ke Superintelligence Labs Meta.

Banyak orang terkejut dengan jumlah uang yang terlibat dalam persaingan sengit ini. Kabarnya, para ilmuwan tersebut ditawari paket gaji hingga sembilan digit (sekitar $200 juta) untuk membantu CEO Meta, Mark Zuckerberg, mewujudkan misinya "membawa kecerdasan super pribadi kepada semua orang."

Keempat ilmuwan AI asal Tiongkok ini merupakan otak di balik beberapa model seri ChatGPT milik OpenAI yang paling canggih. Pola karier mereka pun serupa: mereka adalah sarjana muda Tiongkok dengan gelar terbaik dari negara asal yang kemudian datang ke AS untuk meraih gelar PhD, dan akhirnya menetap di AS untuk menjadi bagian penting dari industri AI Amerika.

Zuckerberg juga merekrut Dr. Ruomin Pang dari Apple, seorang lulusan Universitas Jiao Tong Shanghai dengan gelar PhD dari Princeton, dengan kompensasi yang kabarnya akan melampaui $200 juta selama beberapa tahun.

Selain itu, tim Meta juga dipimpin oleh Alexandr Wang, pendiri Scale AI. Zuckerberg berhasil merekrutnya dengan mengakuisisi hampir setengah dari perusahaan rintisannya seharga $4,3 miliar.

Dalam kesepakatan itu, Zuckerberg menghargai saham pribadi Wang sebesar $5 miliar, menjadikannya miliarder termuda di dunia yang sukses dengan usahanya sendiri pada usia 26 tahun. Wang adalah seorang mahasiswa drop out dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan merupakan putra imigran Tiongkok yang lahir di AS.

Menurut Damien Ma, pendiri MacroPolo sebuah think-tank di Paulson Institute, Korps Superintelijen Meta sebagian besar terdiri dari imigran.

"Saya pikir sekitar 75 persen bakat para ilmuwan AI merupakan kelahiran luar negeri, dengan mayoritas berasal dari Tiongkok," kata Damien Ma, seperti dikutip dari The Strait Times.

Damien Ma bahkan berkelakar di media sosial dengan ungkapan "AI = Asian Intelligence". Dalam studi yang diterbitkan pada Maret 2024, berdasarkan data tahun 2022, Ma menyatakan bahwa AS berinovasi, Tiongkok meningkatkan skala dan Eropa mengatur.

Meskipun negara dan perusahaan berebut talenta AI kelas atas yang terbatas, AS tetap menjadi tujuan utama karena telah lama menawarkan kesempatan untuk membuat dampak besar di garis depan industri ini.

Meskipun banyak ilmuwan AI terkonsentrasi di AS, Tiongkok kini menjadi produsen ilmuwan AI terbesar di dunia. Pada tahun 2022, Tiongkok menghasilkan hampir setengah dari 20% ilmuwan AI kelas atas di dunia.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama

Comments