Dibintangi Nicholas Saputra,,Siapa Dia, Merangkai Kisah Cinta dan Sejarah Budaya Lewat Film Musikal

Dibintangi Nicholas Saputra,,Siapa Dia, Merangkai Kisah Cinta dan Sejarah Budaya Lewat Film Musikal

Aktor peraih dua Piala Citra, Nicholas Saputra, kembali menantang dirinya lewat film musikal terbaru garapan Garin Nugroho, Siapa Dia. Dalam film ini, Nicholas harus memerankan empat karakter dari empat era berbeda.

Nicholas mengaku, riset mendalam menjadi bekal utama dalam menghidupkan peran-peran tersebut. Ia menyinggung pengalamannya saat bermain dalam film Gie (2005), ketika harus meniru gestur tokoh nyata melalui dokumenter.

“Riset itu penting ya. Kalau di film Gie waktu itu, memang tokohnya pernah ada, dia hidup, dan saya sempat mendapatkan sebuah footage. Kebetulan, tidak banyak dipercaya orang, tapi ada di sebuah dokumenter dari Australia. Dari situ saya melihat karakteristik yang unik. Saya pikir kalau biasanya orang yang paling depan itu garang, gahar. Tapi justru dia ada di balik layar, gaya jalannya culun. Itu menarik karena kontras dengan tulisannya yang begitu garang,” kata Nicholas dalam Nonton Bareng dan Diskusi Film bersama cast dan filmmaker 'Siapa Dia' di Empire XXI, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Senin (25/8).

Pendekatan serupa ia gunakan dalam Siapa Dia, meski kali ini ia harus membagi diri ke dalam empat generasi.

“Nah, di film ini ruangnya sangat luas. Ada empat era yang memberi kesempatan untuk mengulik karakter lebih dalam. Ada opsi membuat empat karakter ini sangat berbeda. Tapi akhirnya saya rasa DNA-nya sama. Jadi saya pilih memberikan gestur-gestur kecil saja. Kalau dilihat sekilas mungkin tidak terasa, tapi harapannya bisa dirasakan,” ujarnya.

Gestur kecil itu ia jelaskan dengan rinci. “Misalnya di era kakek, cara duduknya terbuka, gagah, jalannya percaya diri karena itu era perjuangan. Di era buyut ada nuansa patriarki, pakai tongkat untuk menunjukkan power laki-laki. Sementara di era 80-an justru perempuannya yang lebih powerful, laki-lakinya gondrong tapi rapuh, tubuhnya mengecil, ekspresinya sedih. Jadi selalu ada kontras, walaupun tipis, mudah-mudahan bisa ditangkap penonton,” tutur Nicholas.

Film Siapa Dia sendiri dibagi menjadi empat babak, masing-masing merepresentasikan satu era sejarah sekaligus kisah cinta. Dari era kolonial dengan pertunjukan Dardanella dan film Loetoeng Kasaroeng (1926), masa pendudukan Jepang dengan perjumpaan pejuang, hingga era Orde Baru dengan budaya jalanan. Lagu-lagu khas tiap zaman seperti Nurlela, Kopral Jono, hingga Anak Jalanan ikut memperkuat suasana.

Sebagai epilog, tokoh Layar menuntaskan film musikal impiannya bersama Denok (Widi Mulia), Rintik (Amanda Rawles), hingga Anna (Ariel Tatum).

Nicholas, lewat transformasi lintas generasi ini, sekaligus menelusuri jejak budaya pop Indonesia: dari komedi stamboel, poster lukis, persewaan komik, hingga majalah populer yang kini tinggal kenangan. Lapisan meta inilah yang membuat Siapa Dia bukan hanya tontonan musikal, tetapi juga refleksi perjalanan budaya populer Nusantara.

“Hubungan antar-perempuan juga berbeda di tiap era. Misalnya di era buyut masih polos, konservatif, lembut. Di era ’45 lebih egaliter, berani menggoda laki-laki. Lalu di era 80-an, perempuan tampil lebih kuat. Itu yang menurut saya spesial dari Mas Garin, bisa memberikan sesuatu yang nggak monoton, selalu berubah,” tambah Nicholas.

Garin Nugroho: Imajinasi Lebih Luas dari Pengetahuan

Empat tahun terakhir, layar bioskop Indonesia ramai oleh film horor dan drama. Penonton dibuat “menangis dan menangis lagi”. Kali ini, sutradara Garin Nugroho menawarkan warna berbeda lewat Siapa Dia, film musikal yang merangkai sejarah populer Indonesia dalam empat era.

Bagi Garin, musikal bukan sekadar gaya penceritaan, melainkan bagian dari kebudayaan Nusantara.

“Kita ini negeri yang nyanyi dan nari. Mau sedih, gembira, patah hati, marah—semua dinyanyikan dan dinarikan. Karena itu, medium paling bagus untuk menceritakan sejarah kita ya musikal,” katanya.

Ia menilai, sejarah populer sering dipandang sebelah mata. Padahal, dalam lagu dan budaya pop tersimpan memori kolektif bangsa. “Kita terlalu sering menceritakan sejarah lewat perang atau propaganda. Padahal, kalau Anda mendengar lagu A atau B, pasti ada memori zaman tertentu, peristiwanya, kenangannya. Lewat lagu, sejarah bisa dinarasikan dengan cara yang hidup,” ujarnya.

Di balik proses kreatif Siapa Dia, Garin mengaku dirinya sengaja “nakal”.

“Sutradara itu harus nakal. Nakal artinya punya imajinasi. Imajinasi itu lebih luas daripada pengetahuan dan ideologi. Pengetahuan ada batasnya, tapi imajinasi bisa ke mana-mana,” tuturnya.

Konteks itu ia terapkan pada para pemain. Nicholas Saputra, misalnya, ia dorong keluar dari stereotip peran seriusnya.

“Saya tahu Niko punya bakat lain: komedi yang naif tapi menggoda, kemampuan flirting yang pasif tapi bikin orang ingin kenalan, suara dengan originalitas tertentu. Jadi saya harus berani keluar dari stereotip Nicholas sebelumnya. Itu penuh imajinasi dan kenakalan,” kata Garin.

Kebiasaan unik Garin adalah mengamati Instagram para pemainnya. Dari situ, ia meramu karakter.

“Misalnya Dira Sugandi. Kalau di panggung jazz dia sombong, glamor, hanya perlu tiga langkah untuk berdiri di depan mic. Tapi di Instagram, saya lihat olahraga dan meditasi dia sangat bagus. Saya gabungkan kemampuan vokal, gerak tubuh, dan sisi lain yang saya temukan,” ungkapnya.

Gisella Anastasia juga menjadi contoh. Secara fisik, kata Garin, ia mungkin tidak memenuhi stereotip pemimpin pasukan. Namun justru dari posturnya yang kecil, Garin menemukan sisi dominan.

 “Wajahnya bisa merayu, charming, sedikit seksi. Waktu ada adegan merayu Nicholas, matanya ‘menelan’ terlalu dalam,” katanya sambil tertawa.

Lewat Siapa Dia, Garin ingin menawarkan keragaman tontonan kepada publik.

“Setiap manusia punya kebudayaan: ada yang suka hal jadul, ada yang suka yang alternatif, ada yang suka yang populer. Sama seperti kalau kita datang ke kota, ada yang mencari makanan tradisional, ada yang populer, ada yang alternatif,” ujarnya.

Film ini, lanjutnya, memberi pengalaman hiburan sekaligus refleksi budaya. “Hiburan itu bisa untuk relaksasi, tapi juga memberi pengalaman luas dan mengasyikkan. Penonton harus diberi keberagaman tontonan. Itu yang saya coba hadirkan,” kata Garin.

Dalam film terbarunya, Siapa Dia, Nicholas Saputra tidak tampil sendirian. Ia beradu akting dengan sejumlah nama besar, di antaranya Amanda Rawles (Rintik), Ariel Tatum (Anna), Widi Mulia (Denok), Cindy Nirmala (Indah), Gisella Anastasia (Mui), dan Morgan Oey (Samo).

Deretan pemeran kian lengkap dengan hadirnya Joanna Alexandra (Maria), Monita Tahalea (Nurlela), Happy Salma (Juwita), Dira Sugandi (Sari), serta Sita Nursanti (Mba Kenes). Masih banyak aktor dan aktris lain yang turut menghidupkan semesta musikal ini.

Kisah bermula dari seorang pemuda bernama Layar (Nicholas Saputra), yang bercita-cita membuat film musikal. Ia kembali ke rumah buyutnya di sebuah kota kecil, lalu menemukan sebuah koper penuh surat dan catatan cinta peninggalan buyut, kakek, hingga ayahnya.

Bersama dua sahabatnya, Denok dan Rintik, Layar mencoba menghidupkan kisah cinta dalam catatan itu. Usahanya bukan sekadar mencari inspirasi, melainkan perjalanan emosional yang membuatnya serasa masuk ke dalam romansa dan tragedi para leluhur.

Alur cerita bergulir lewat nyanyian dan tarian, melintasi era kolonial, masa perjuangan, hingga Orde Baru. Semuanya terjalin sebagai refleksi perjalanan sejarah sinema Indonesia. Tak disangka, di tengah pencarian itu, hubungan Layar dengan Denok dan Rintik berkembang menjadi kisah cinta baru—seperti potongan adegan dari film yang sedang mereka wujudkan.

Siapa Dia pada akhirnya hadir sebagai melodrama musikal lintas generasi, tempat cinta diwariskan dari masa ke masa. Film produksi Fabis Entertainment ini dijadwalkan tayang di bioskop mulai 28 Agustus 2025.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama

Comments