Dipenjara Gara-Gara Foto Jokowi-Nikita Mirzani, Ongen Dapat Amnesti dan Ucapkan Pujian ke Prabowo

, JAKARTA -Yulian Paonganan yang dikenal dengan panggilan Ongen kini mengalami nasib serupa dengan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto serta ribuan tahanan di berbagai penjara dan rumah tahanan di Indonesia.

Mereka dilepaskan setelah mendapatkan pengampunan dari Presiden Prabowo.

Remisi adalah bentuk pengampunan lengkap yang diberikan oleh negara, sehingga semua konsekuensi hukum terhadap status hukum tahanan yang bersangkutan dihapus.

Setelah bebas, Ongen yang merupakan lulusan Doktor dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini muncul dan menyampaikan pujian kepada Presiden Prabowo.

Ongen menyampaikan pendapat yang dalam dan penuh perasaan mengenai tokoh Presiden Prabowo Subianto, yang dianggapnya layak mendapatkan gelar "Bapak Demokrasi Indonesia".

“Menurut saya, Prabowo pantas dijuluki Bapak Demokrasi. Bayangkan, dia adalah jenderal lulusan Orde Baru, bahkan menantu dari Presiden Soeharto. Namun dalam perjalanan politiknya, dia menunjukkan komitmen yang luar biasa terhadap nilai-nilai demokrasi,” kata Ongen kepada wartawan, Minggu (3/8/2025).

Sebelum mendapatkan pengampunan dari Prabowo, Yulianus Paonganan yang akrab disapa Ongen pernah terlibat dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2015 lalu.

Dilaporkan dalam pemberitaan pada 18 Desember 2015, Yulianus pertama kali secara resmi ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Jokowi oleh Bareskrim Polri.

Selanjutnya, tindakan penghinaan dilakukan melalui unggahan di akun Facebook dan Twitter (sekarang X).

Di unggahannya, ia membagikan gambar Presiden Jokowi yang sedang duduk bersama seorang artis, Nikita Mirzani.

Kemudian, dalam foto tersebut, Ongen juga menambahkan hashtag #papadoyanl***e. Hashtag itu ditulis oleh Ongen sebanyak 200 kali.

Polisi juga menilai tagar tersebut mengandung unsur pornografi sehingga Ongen dikenakan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan e UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Selain itu, ia juga terkena Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

Ongen Mengucapkan Terima Kasih kepada Presiden Prabowo

Setelah hampir 10 tahun menjalani hukuman di balik jeruji besi, Ongen kini akhirnya bisa menikmati kebebasan.

Ongen juga menyampaikan terima kasih secara terbuka kepada Prabowo setelah mendapatkan pengampunan. Menurutnya, kejadian ini merupakan momen yang sangat berharga baginya.

Perjalanan kasus ini sangat melelahkan dan menguras tenaga saya selama hampir 10 tahun. Namun, pada hari ini 1 Agustus 2025 saya mendapatkan pengampunan dari Presiden Prabowo. Sekali lagi terima kasih Bapak Presiden. Tuhan memberkati," kata Ongen.

"Keluarga saya mengucapkan terima kasih yang tulus dan dalam kepada Presiden Prabowo Subianto atas pemberian pengampunan terhadap kasus UU ITE yang menimpa saya sejak akhir 2015. Ini adalah momen yang sangat penting bagi saya dan keluarga," ujar Ongen melalui pernyataan tertulis, Sabtu (2/8/2025).

 

Ongen Berdoa untuk Jokowi: Tetap Sehat dan Diberkati Tuhan

Di sisi lain, meskipun pernah merendahkan Jokowi, Ongen kini mengucapkan doa terbaik untuk mantan Wali Kota Solo tersebut.

"Bagi Pak Jokowi, saya sampaikan selamat menjalani kehidupan sebagai warga biasa setelah mundur. Saya berharap beliau tetap dalam kondisi sehat dan diberkati Tuhan di setiap langkah dalam hidupnya," tutup Ongen.

 

Ongen Pujian terhadap Presiden Prabowo yang Disebutnya sebagai Bapak Demokrasi Indonesia

Di tengah sesi wawancara santai dengan awak media di sebuah kafe di Jakarta Selatan, Ongen menyampaikan pendapat yang dalam dan penuh perasaan mengenai Presiden Prabowo Subianto, yang menurutnya layak mendapatkan gelar "Bapak Demokrasi Indonesia".

Menurut pendapat saya, Prabowo pantas disebut Bapak Demokrasi. Bayangkan saja, dia adalah jenderal lulusan Orde Baru, bahkan menantu dari Presiden Soeharto.

"Tetapi dalam perjalanan politiknya, ia menunjukkan komitmen luar biasa terhadap prinsip-prinsip demokrasi," kata Ongen kepada wartawan, Minggu (3/8/2025).

Setelah mengalami isolasi politik di Yordania pasca-reformasi, Prabowo tidak memilih jalan cepat atau kekuasaan yang instan.

Ia justru memperkuat kekuatan politik dari dasar dengan mendirikan Partai Gerindra.

Prabowo pernah maju dalam beberapa pemilihan presiden, dan meskipun pernah mengalami kekalahan, Prabowo selalu menerima hasil demokratis dengan sikap patriotik yang jarang ditemukan di kancah politik nasional.

“Paknya tidak pernah memakai metode anarkis atau tidak konstitusional. Justru beliau menerima kekalahan dengan sikap yang mulia, secara anggun. Hal ini menunjukkan kedewasaan dan komitmennya terhadap demokrasi yang sebenarnya,” ujar Ongen.

Kini, setelah Prabowo secara resmi menjabat sebagai Presiden Indonesia, masyarakat melihat langsung bagaimana gaya kepemimpinannya tidak hanya tangguh dan tegas, tetapi juga penuh kasih sayang serta ramah.

Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi bangsa, ia memegang teguh prinsip persatuan nasional, sebuah dasar penting dalam menjaga kesatuan negara.

 

Amnesti dan Pembebasan dari Prabowo Dinilai Luar Biasa Meskipun Banyak yang Mengkritik

Tindakan besar Prabowo dalam memberikan pengampunan dan pencabutan hukuman kepada lebih dari seribu tahanan politik dan hukum merupakan bukti nyata sikap nasionalis yang luhur.

Khususnya ketika ia mengizinkan pengampunan bagi Hasto Kristiyanto dan pembatalan hukuman bagi Thomas Lembong, dua tokoh yang sebelumnya berselisih secara politik.

"Ini bukan hanya tindakan hukum, ini merupakan awal baru dalam wajah demokrasi kita. Meskipun masih ada yang mengkritik, rakyat yang jelas akan memahami bahwa ini adalah bukti seorang pemimpin yang berpikir tentang rekonsiliasi, bukan persaingan," ujar Ongen.

Ia juga menyampaikan, setiap pemimpin pasti memiliki kelemahan. Namun, menilai seorang pemimpin perlu dilakukan secara menyeluruh dan menyeluruh.

Dari segala aspek tersebut, saya melihat Prabowo sebagai pemimpin masa depan sekaligus pengawal warisan demokrasi saat ini.

Sebagai tokoh yang lama berada di bawah pengaruh ideologis Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, Ongen menganggap bahwa garis demokrasi yang diperjuangkan oleh SBY kini dilanjutkan oleh Prabowo dengan pendekatan yang lebih berani dan mencakup lebih luas.

"Saya telah mendukung Prabowo sejak awal karena melihat komitmennya terhadap ideologi. Bukan hanya tentang menang atau kalah, tetapi bagaimana dia menjaga impian besar bangsa ini agar tetap demokratis, damai, dan bersatu. Ia merupakan simbol semangat rekonsiliasi nasional," ujar Ongen.

 

Ongen Tersangkut Kasus Penghinaan terhadap Jokowi, Pajang Foto Presiden RI ke-7 Bersama Nikita Mirzani

Sebelum mendapatkan pengampunan dari Prabowo, Yulianus Paonganan atau Ongen pernah terlibat dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2015 lalu.

Dilaporkan dalam pemberitaan pada 18 Desember 2015, Yulianus pertama kali secara resmi ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Jokowi oleh Bareskrim Polri.

Selanjutnya, tindakan penghinaan dilakukan melalui unggahan di akun Facebook dan Twitter (sekarang X).

Di unggahannya, ia membagikan foto Jokowi yang sedang duduk bersama seorang artis, Nikita Mirzani.

Kemudian, dalam foto tersebut, Ongen menambahkan tagar #papadoyanl***e. Tagar ini ditulis oleh Ongen sebanyak 200 kali.

Singkatnya, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 10 Mei 2016, Ongen dinyatakan tidak bersalah pada sidang ketiga dengan agenda putusan sela.

Pada saat itu, hakim mengizinkan pembelaan yang diajukan oleh kuasa hukum Ongen.

"Mengadili, menerima keberatan dari kuasa hukum terdakwa. Menyatakan surat tuntutan jaksa tidak sah secara hukum. Memerintahkan agar persidangan perkara pidana terhadap terdakwa Yulianus Paonangan dihentikan dari penahanan," kata hakim Nursiyam pada saat itu.

Namun, pada saat itu, Ongen hanya dinyatakan tidak terlibat dalam tindakan yang didakwakan oleh jaksa.

Karena dalam persidangan tersebut, belum sampai pada inti perkara.

"Pemeriksaan perkara belum sampai pada inti materi yang perlu dibuktikan, apakah terdakwa terbukti bersalah sesuai dengan tindakan yang didakwakan oleh penuntut umum, atau sebaliknya," jelas Nursiyam.

Di sisi lain, anggota tim pengacara Ongen, Bagindo Fahmi menyampaikan, terdapat tiga hal yang menjadi alasan hakim akhirnya memutuskan melepaskan kliennya.

Pertama, mengenai surat dakwaan JPU yang tidak dilengkapi dengan tanggal pembuatannya.

Fahmi menyatakan bahwa tanpa adanya hal tersebut, tuntutan jaksa terhadap Ongen tidak jelas karena tidak diketahui kapan kejadian itu terjadi maupun tindakan yang dilakukannya.

Kedua, pengiriman surat dakwaan seharusnya dilakukan bersamaan dengan penyerahan perkara sesuai dengan Pasal 143 ayat (4) KUHAP.

"Tidak disampaikan. Sampai saat ini surat penyerahan kami belum diterima," katanya pada waktu itu.

Terakhir, pengajuan penahanan yang dilakukan oleh jaksa tidak didasarkan pada keputusan hakim.

"Maka perpanjangan penahanan oleh hakim tidak pernah dilakukan. Selanjutnya, beberapa asumsi yang disampaikan oleh penuntut umum tidak sesuai dengan hukum positif," katanya.

Setelah putusan pengadilan, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Namun, keputusan tersebut justru diperkuat oleh hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan nomor putusan 157/PID/2016.PT DKI yang berlaku tanggal 23 Juni 2016.

"Mengabulkan permohonan banding yang diajukan terdakwa. Memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 345/Pid.Sus/2016/PN.JKT.SEL tanggal 10 Mei 2016 yang dimintakan banding tersebut," demikian isi putusan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dilaporkan oleh Direktori Mahkamah Agung (MA), Sabtu (2/8/2025).

Hanya saja, jaksa selanjutnya mengirimkan surat tuntutan baru ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah putusan banding tersebut dibacakan.

Namun, pada persidangan ini, Ongen dihukum bersalah dan diberi hukuman satu tahun penjara serta denda sebesar Rp500 juta yang dapat diganti dengan tiga bulan kurungan.

Memberikan hukuman kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dengan ketentuan bahwa jika denda tersebut tidak dibayarkan, akan diganti dengan hukuman kurungan selama 3 (tiga) bulan," demikian putusan hakim dalam amar putusannya dengan nomor putusan 518/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL yang ditetapkan pada tanggal 10 Januari 2019.

Kemudian, Ongen mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan akhirnya ditolak berdasarkan putusan Nomor 157/PID/2016/PT DKI tanggal 23 Juni 2019.

Berikut adalah beberapa variasi dari kalimat tersebut: 1. Selanjutnya, pihak Ongen mengajukan permohonan kasasi yang akhirnya ditolak oleh Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 3265 K/Pid.Sus/2019 tanggal 31 Oktober 2019. 2. Pihak Ongen kemudian mengajukan kasasi, namun permohonan tersebut tetap ditolak oleh MA berdasarkan putusan Nomor 3265 K/Pid.Sus/2019 yang dikeluarkan pada 31 Oktober 2019. 3. Dalam proses selanjutnya, Ongen mengajukan kasasi dan akhirnya mendapatkan penolakan dari Mahkamah Agung sesuai dengan putusan Nomor 3265 K/Pid.Sus/2019 yang berlaku sejak 31 Oktober 2019. 4. Setelah itu, pihak Ongen melakukan upaya hukum kasasi, tetapi permohonan tersebut ditolak oleh MA berdasarkan putusan Nomor 3265 K/Pid.Sus/2019 yang ditetapkan pada 31 Oktober 2019. 5. Pihak Ongen memperoleh penolakan atas permohonan kasasinya dari Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 3265 K/Pid.Sus/2019 tanggal 31 Oktober 2019 setelah mengajukannya.

"Menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi/Terdakwa Dr Yulianus Paonganan, S.Si., M.Si.," demikian isi dari putusan kasasi.

(tribun network/thf/)

 

Artikel ini telah diterbitkan dengan judul Bisa Mendapatkan Pengampunan, Ongen Mantan Napi yang Menghina Jokowi Menyebut Prabowo sebagai Ayah Demokrasi Indonesia, 

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama