
JARINGAN Pengawas Pendidikan Indonesia atauJPPImenyampaikan kritik tajam terhadap narasi "hadiah dari presiden" berupa insentif kesejahteraan bagi guru. Ia menyesali Menteri Pendidikan Dasar dan MenengahAbdul Mu’tiyang menyampaikan pernyataan tersebut menjelang perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia. JPPI menganggap, menyebut hak guru sebagai "hadiah" dari presiden merupakan bentuk penipuan publik sekaligus penghinaan terhadap profesi guru.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan bahwa kesejahteraan guru merupakan amanat undang-undang, bukan bentuk kemurahan hati presiden. "Istilah 'kado' ini merupakan upaya politisasi terhadap guru yang berbahaya, karena mengaburkan fakta bahwa pemenuhan hak guru adalah kewajiban negara. Ini bukan hadiah, ini sesuatu yang konstitusional," ujar Ubaid dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Ia menilai, penggunaan istilah tersebut tidak hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga menunjukkan upaya pembentukan citra politik dengan memanfaatkan guru sebagai alat kampanye menjelang momen penting nasional.
JPPI turut menyayangkan besaran insentif sebesar Rp 300 ribu per bulan yang disebut sebagai hadiah. Menurut Ubaid, jumlah tersebut jauh dari pantas dan tidak manusiawi, khususnya bagi guru honorer dan guru PAUD yang selama ini hidup dalam kondisi kekurangan.
"Ini bukan hanya tidak layak secara ekonomi, tetapi juga merendahkan martabat dan harga diri profesi guru secara moral. Mereka adalah individu yang memajukan bangsa, bukan para relawan yang cukup diberi upah kecil," katanya.
JPPI melaporkan bahwa banyak guru honorer di Indonesia hanya mendapatkan penghasilan di bawah Rp 1 juta setiap bulan—angka yang jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, di mana rata-rata gaji guru berkisar antara Rp 5,5 juta hingga Rp 11,2 juta per bulan.
Ironi yang diperhatikan oleh JPPI adalah bagaimana pemerintah meminta guru untuk terus meningkatkan kualitas pengajaran, sementara di sisi lain mengabaikan kesejahteraan mereka. Banyak guru, menurut Ubaid, justru harus mengorbankan waktu dan tenaga hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, bukan untuk pengembangan profesional.
JPPI juga menemukan bahwa banyak guru kesulitan dalam mencairkan tunjangan profesi karena aturan administratif yang rumit, khususnya di daerah 3T dan Sekolah Rakyat. Hal ini bertentangan dengan pernyataan pemerintah bahwa tunjangan kini diberikan setiap bulan.
“Alih-alih lebih mudah, banyak guru merasa frustrasi dan memutuskan mundur karena hak-hak mereka belum juga dapat diakses,” ujar Ubaid.
Berdasarkan hal tersebut, JPPI mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk menghentikan penggunaan kesejahteraan guru sebagai alat politik dan segera memperbaiki sistem pengelolaan guru di Indonesia secara menyeluruh serta adil. Ubaid menekankan bahwa investasi terhadap guru merupakan investasi bagi masa depan bangsa, bukan menjadi beban anggaran negara.
"Sudah waktunya negara menghentikan penggunaan nasib guru sebagai bahan retorika yang tidak nyata. Kesejahteraan mereka adalah hak, bukan alat untuk membangun citra," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menyampaikan mengenai hadiah dari Presiden Prabowo Subianto untuk para guru dalam perayaan HUT ke-80 RI. Hadiah tersebut, menurut Mu'ti, berupa rangkaian bantuan kesejahteraan yang telah dan akan diberikan pemerintah kepada para pendidik, khususnya guru honorer dan guru PAUD nonformal.
Mu’ti menyatakan bantuan ini adalah bagian dari program prioritas hasil cepat presiden dan bentuk komitmen untuk meningkatkan kualitas serta kesejahteraan guru sebagai garda terdepan dalam pendidikan nasional.
Salah satu program utama adalah pemberian insentif sebesar Rp 300 ribu setiap bulan kepada 341.248 guru honorer. Insentif ini diberikan selama tujuh bulan dan langsung dicairkan ke rekening masing-masing guru. “Realisasi transfer senilai Rp 716 miliar telah mencapai lebih dari 85 persen,” ujar Mu’ti dalam acara Kado HUT RI dari Presiden untuk Guru yang diadakan di Gedung Kemendikdasmen, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Agustus 2025.
Selain itu, pemerintah juga memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 300 ribu setiap bulan selama dua bulan kepada 253.470 guru PAUD nonformal. Jumlah anggaran BSU ini mencapai Rp 125 miliar dan langsung dicairkan ke rekening penerima.