
- Hampir semua orang pernah merasakannya: jam menunjukkan pukul tengah malam, kamu berjanji hanya akan melihat beberapa video TikTok, tapi tiba-tiba sudah pagi.
Penglihatan mulai mengantuk, pikiran terasa lelah, dan kamu tahu besok akan sulit—namun jari tetap terus menggeser layar.
Peristiwa ini sering dikatakan oleh psikolog sebagairevenge bedtime procrastination, yaitu menunda tidur dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan meskipun tahu akan menyesalinya besok harinya. Namun, di balik kebiasaan ini tersembunyi sesuatu yang lebih mendalam: pola emosional.
Menonton TikTok secara berlebihan di malam hari bukan hanya terkait dengan isi konten. Terkadang, hal ini menjadi cara untuk menghindari, meredakan, atau bahkan memperkuat perasaan tertentu.
Dilansir dari Geediting, Jumat (22/8), berikut tujuh kebiasaan emosional yang biasanya tersembunyi di balik kebiasaan begadang sambil mengakses TikTok.
1. Mengejar Pemicu Kecil dari Kebahagiaan
TikTok memang dibuat untuk memberikan dorongan kecil dopamin—video yang lucu, mengejutkan, atau menginspirasi yang memberi rasa puas secara instan. Ketika seseorang kesulitan mengendalikan perasaannya, kepuasan kecil ini menjadi cara mudah untuk melarikan diri. Namun, hal ini bisa membentuk siklus tak terputus: semakin larut malam, semakin sulit untuk berhenti, dan di pagi hari justru merasa lelah. Akhirnya otak terbiasa mencari stimulasi lebih besar hanya untuk merasakan kepuasan.
2. Menghubungkan Istirahat dengan Perasaan Bersalah
Bagi sejumlah orang, menonton TikTok terasa seperti pengorbanan. Alih-alih benar-benar beristirahat, mereka lebih memilih tetap sibuk agar tidak merasa bersalah hanya duduk diam. Sayangnya, ini bukanlah istirahat yang sebenarnya. Pikiran tetap aktif, tubuh tidak benar-benar rileks, dan tidur semakin tertunda. Akar dari kebiasaan ini sering kali berasal dari keyakinan bahwa harga diri hanya diukur dari tingkat produktivitas, sehingga waktu untuk bersantai terasa "tidak tepat".
3. Memanfaatkan Pengalihan untuk Menghindari Ketidaknyamanan
Saat malam tiba, biasanya menjadi saat ketika perasaan cemas, kesepian, atau kecewa muncul. TikTok menjadi pelarian dari perasaan tersebut. Namun, menghindari emosi hanya akan membuatnya menumpuk. Mereka tidak hilang, hanya ditunda untuk muncul kembali suatu saat nanti. Ironisnya, jika berani menghadapi perasaan itu meski hanya sejenak, maka perlahan perasaan itu akan berkurang.
4. Rindu akan Hubungan Tapi Sulit Menemukannya Secara Langsung
Media sosial menciptakan ilusi keakraban. Menyaksikan orang berbagi kisah atau lelucon dapat terasa hangat, namun hal itu bukan pengganti hubungan yang nyata. Pada akhirnya, rasa kesepian justru semakin dalam karena hanya menjadi "penonton" kehidupan orang lain. Ketika hubungan digital digunakan sebagai pengganti hubungan asli, keberanian untuk membangun koneksi nyata semakin berkurang.
5. Menghindari Masalah Besok dengan Tetap Terjaga Hari Ini
Terkadang, begadang bukan karena TikTok menghibur, tetapi karena ingin menghindari menghadapi hari esok. Jika besok ada tenggat waktu, rapat yang rumit, atau keputusan penting, menunda tidur terasa seperti bentuk perlawanan kecil. Namun, kenyataannya masalah tetap ada. Hanya saja, kamu menghadapinya dengan tubuh yang lebih lelah dan rasa stres yang semakin meningkat.
6. Menenangkan Kekhawatiran Melalui Keterdugaan
Kehidupan penuh dengan ketidakpastian, dan bagi seseorang yang cemas, hal ini terasa menakutkan. TikTok memberikan kepastian yang sederhana: geser layar, dan hiburan baru muncul. Ritmenya teratur, risikonya nol, serta selalu bisa diperkirakan. Hal ini memberikan rasa aman yang sementara. Namun, jika terlalu bergantung padanya, justru akan menyulitkan untuk membangun ketahanan dalam menghadapi ketidakpastian nyata dalam kehidupan.
7. Mengganti Refleksi Diri dengan Kelebihan Stimulasi
Ketenangan malam sering kali memicu pikiran yang selama ini dihindari—rasa menyesal, kecemasan, atau pertanyaan mendalam tentang arah kehidupan. Karena terasa berat, banyak orang memilih mengabaikannya dengan sekadar melihat TikTok. Meskipun terasa sejenak lega, sebenarnya ini hanyalah cara untuk menghindar. Sayangnya, setiap kali memilih untuk terganggu oleh hal-hal lain, kesempatan untuk merenungkan diri sendiri hilang. Padahal, merenung, meski tidak menyenangkan, adalah langkah menuju perkembangan dan pemahaman hidup.