
- Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez merespons putusan hukuman mati terhadap mantan Kepala Satuan Reskrim Polresta Barelang, Kepulauan Riau, Kompol Satria Nanda, dalam perkara penyalahgunaan barang bukti narkoba.
Menurutnya, keputusan tersebut menjadi ujian berat bagi lembaga penegak hukum, khususnya Polri dalam menunjukkan tekad mengatasi narkotika tanpa memandang siapa pun.
"Putusan ini harus menjadi kesempatan untuk melakukan reformasi internal Polri, bukan hanya menjadi panggung penegakan hukum," ujar Gilang kepada wartawan, Rabu (13/8).
Ia menekankan bahwa hukuman terhadap individu saja tidak cukup jika masalah pokok seperti kelemahan pengawasan internal dan kemungkinan kolusi tetap dibiarkan berlangsung.
Gilang mengajak Polri memperkuat fungsi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) serta memperbesar pengawasan eksternal melalui keterlibatan lembaga yang bersifat independen.
Menurutnya, tindakan ini penting agar masyarakat menyadari bahwa penegakan hukum tidak hanya menghentikan bagian permukaan, tetapi benar-benar menghilangkan akar dari praktik mafia narkoba di dalam tubuh kepolisian.
Gilang juga menyoroti perbedaan putusan antara Satria Nanda dan Irjen Teddy Minahasa dalam kasus yang serupa. Ia memperingatkan, KUHP baru yang akan berlaku pada 2026 memberikan kesempatan konversi hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup bagi tahanan yang bersikap baik.
"Peraturan ini harus diterapkan dengan ketat agar tidak menjadi celah untuk pengurangan hukuman yang bersifat politik atau transaksional," tegasnya.
Ia menilai bahwa penyelarasan undang-undang narkotika, hukuman mati, dan tindak pidana pencucian uang sangat penting untuk memastikan hukuman yang berat serta memutus aliran dana ilegal dari jaringan kejahatan.
Gilang melihat kasus ini menjadi awal baru dalam penanganan peredaran narkoba di Indonesia. Ia mengira terjadi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan cara menyembunyikan barang bukti narkotika.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memanfaatkan ketentuan-ketentuan TPPU untuk mengidentifikasi, membekukan, dan menyita aset yang diperoleh dari tindak pidana, termasuk rekening, properti, kendaraan, maupun investasi yang disembunyikan.
Gilang juga mendorong peningkatan koordinasi strategis antara Kepolisian, PPATK, dan Kejaksaan guna mempercepat pengungkapan dan pemeriksaan aliran dana ilegal.
"Perang melawan narkoba tidak boleh berhenti pada penangkapan orang-orang tertentu, tetapi harus menghancurkan sistem keuangan gelap yang menjadi jantung bisnis ilegal ini," tutupnya.
Seperti yang diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau pada Selasa (5/8) memperberat hukuman Kompol Satria Nanda dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati.
Hakim menyimpulkan bahwa Satria tidak hanya gagal menghentikan penyalahgunaan barang bukti narkoba, tetapi juga terlibat langsung dalam kegiatan tersebut, termasuk tidak memberikan tindakan tegas terhadap sembilan bawahannya yang kini dipecat dan dihukum seumur hidup.