
Warta Bulukumba - Kursi pelayanan di Kantor Desa Gattareng tampak kosong sejak awal Agustus. Warga yang datang untuk mengurus administrasi kerap mendapati ruangan sepi, seolah kehilangan figur kunci dalam roda birokrasi desa. Namun, di balik keheningan itu, Sekretaris Desa Gattareng justru sibuk menghadapi persidangan kasus penganiayaan yang menyeret namanya.
Sekdes Gattareng, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, ditetapkan sebagai tersangka sejak Juli 2025 atas dugaan penganiayaan terhadap saudaranya sendiri. Kini, kasus tersebut memasuki tahap persidangan.
Korban, Nurlaela (45), membenarkan proses hukum tersebut. Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi dari kejaksaan, terdakwa telah berstatus sebagai tahanan kota.
“Sekarang katanya menjalani status sebagai tahanan kota oleh kejaksaan, Pak,” jelas Nurlaela saat dikonfirmasi pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Meski berstatus terdakwa, Sekdes Gattareng masih tercatat aktif sebagai perangkat desa. Namun, sejak awal Agustus, ia tidak lagi terlihat menjalankan pelayanan publik di kantor desa. Kondisi ini memicu sorotan masyarakat karena posisi Sekdes dinilai strategis dalam pelayanan administrasi.
Status jabatan dipertanyakan
Sejak penetapan tersangka pada Juli, Sekdes jarang hadir di kantor. Beberapa pihak menilai kondisi ini bisa bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 51 UU Desa mengatur bahwa perangkat desa wajib bekerja penuh waktu. Sementara Pasal 52 menegaskan sanksi jika meninggalkan tugas 60 hari kerja berturut-turut tanpa alasan jelas, mulai dari teguran, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.
Kepala Desa Gattareng, Abdul Hamid, SE, menyampaikan bahwa pemerintah desa belum mengambil sikap resmi. Menurutnya, regulasi memberi batas waktu 60 hari sebelum sanksi dapat diberlakukan.
“Sesuai petunjuk 60 hari. Tapi sekarang belum cukup karena dia masih aktif di kantor sampai akhir bulan tujuh,” kata Abdul Hamid melalui pesan WhatsApp pada Selasa.
Layanan publik terganggu
Absennya Sekdes sejak awal Agustus dinilai memengaruhi pelayanan warga. Beberapa warga mengeluhkan lambannya proses administrasi karena peran strategis Sekdes dalam birokrasi desa.
Kasus ini pun menjadi cermin dilema antara proses hukum dan keberlangsungan pelayanan publik.
Status jabatan Sekdes Gattareng kini berada di persimpangan: menunggu regulasi berjalan, atau segera diambil kebijakan khusus demi kepastian pelayanan masyarakat.***