
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menganggap kasus dugaan korupsi impor gula yang pernah menimpanya sebagai kesempatan pembelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Sambil bercanda, Tom mengatakan bahwa karena kasusnya tersebut, kini masyarakat tahu apa itumens rea atau niat jahat.
Berkat kasus ini seluruh Indonesia mengetahui apa itumens rea. Ibu rumah tangga di daerah juga mengetahui apa itumens rea," kata Tom di Gedung Komisi Yudisial (KY), Jakarta pada Senin (11/8).
"Jadi itu merupakan kesempatan edukatif se-Indonesia untuk belajar hukum," tambahnya.
Dalam perkara ini, Tom dihukum 4,5 tahun penjara karena dianggap oleh Hakim terlibat dalam kasus impor gula. Namun, Tom menunjukkan bahwa dalam putusan tersebut Hakim tidak menyebutkan mengenaimens rea, tetapi hanya pelanggaran aturan.
Tom akhirnya mendapatkan kebebasan setelah mendapat penghapusan hukuman dari Presiden Prabowo Subianto. Ia keluar dari sel setelah ditahan selama 9 bulan.
Kini, Tom melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor yang menangani perkara tersebut. Majelis hakim terdiri dari Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika dan dua hakim anggota Purwanto S. Abdullah serta Alfis Setyawan. Mereka dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung (MA) karena diduga melakukan pelanggaran kode etik.
Tom menekankan bahwa laporan ini tidak dimaksudkan untuk merusak kredibilitas hakim atau lembaga peradilan. Namun, ia berharap terjadi perbaikan dalam sistem hukum.
"Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim Komisi Yudisial adalah sepenuhnya berniat positif. Tidak ada sedikit pun niat merusak," kata Tom.
“Inti dari karier saya selalu berupaya memajukan orang dan memajukan lembaga. Tidak pernah, dalam catatan saya mencoba merusak atau menggagalkan seseorang atau sekelompok orang, apalagi sebuah institusi,” tambahnya.
Di sisi lain, KY mengatakan sedang melakukan analisis terhadap berkas laporan Tom. Telah dibentuk tim khusus. Laporan Tom akan menjadi prioritas.
“Kita tidak bisa menentukan berapa lama (laporan diselesaikan), tetapi ini menjadi prioritas karena mengganggu rasa keadilan masyarakat. Bukan berarti yang lain tidak dilayani. KY mengapresiasi Presiden memberikan abolisi, namun KY fokus pada hakimnya, apa yang terjadi di balik putusan tersebut,” kata Juru Bicara KY, Mukti Fajar.
"Putusannya saja seribu halaman. KY tidak berwenang untuk menganalisis putusan, tetapi KY akan membaca putusan tersebut dan itu menjadi pintu masuk jika dianggap ada yang tidak wajar dalam putusan, dari situ kita bisa melakukan pemeriksaan terhadap hakim," tambahnya.
Masih belum ada respons mengenai laporan ini dari majelis hakim maupun Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.