
JES, seorang siswa sekolah dasar (SD) yang tinggal di Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Semarang, Jawa Tengah, melewati aliran sungai saat akan pergi ke sekolah.
Ia terpaksa melakukan hal tersebut karena jalur yang biasanya ia lewati ditutup oleh tetangganya akibat sengketa lahan.
Sementara orang tua anak tersebut, Juladi Boga Siagian (54), menyatakan bahwa akses jalan itu telah ditutup sejak Kamis (24/7/2025).
"Kami terpaksa melewati sungai," ujar Juladi, dilaporkan dariKompas.com.
Berikut ini rangkuman perkaranya.
Diduga Menyerobot Tanah
Masalah muncul setelah Zaenal meninggal. Ia menjelaskan, tanah tersebut dibeli oleh Siagian dari Zaenal.
Setelah Zaenal meninggal, tiba-tiba ia diperkarakan oleh Sri Rejeki, saudara kandung Zaenal yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut berdasarkan sertifikat resmi.
"Yang aneh, setelah Pak Zaenal meninggal, kami tidak mengalami kendala. Namun, kemudian Bu Sri Rejeki melaporkan saya ke polisi dengan dugaan memperluas tanah," kata dia.
Meskipun dia yakin bahwa tanah tersebut telah dibelinya pada tahun 2011.
Pembelian juga dilakukan secara bertahap.
"Saya diberikan kelapangan dan kebijaksanaan oleh Pak Zainal, lalu saya meminta penundaan waktu," katanya.
Mediasi Gagal
Pihak yang terlibat konflik, termasuk orang tua dari anak SD tersebut, telah melakukan mediasi di Kelurahan Bendan Ngisor, Jumat (1/8/2025).
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto menyampaikan, berdasarkan hasil mediasi terdapat dua pilihan yang dapat diambil.
"Pertemuan sebelumnya dihadiri oleh pengacara dari kedua belah pihak," ujar Bambang saat dimintai konfirmasi, Jumat.
Pilihan pertama adalah membuka kembali pintu yang sebelumnya tertutup dengan beberapa syarat.
"Tetapi anjing tidak diperbolehkan berjalan bebas," katanya.
Hasil dari pertemuan tersebut, pihak terkait tidak secara langsung mengambil keputusan. Keputusan akan diumumkan dalam tiga hari mendatang.
"Pemilik lahan akses diberikan waktu selama 3 hari untuk berpikir dan mengambil keputusan," tambahnya.
Untuk opsi yang kedua, keluarga anak tersebut diminta untuk pindah sementara.
"Sambil menunggu keputusan pengadilan," katanya.
Diputus Bersalah
Persoalan berlanjut ke tahap hukum.
Juladi dihukum oleh pengadilan pada 17 Juli 2025 karena memanfaatkan tanah secara tidak sah. Ia juga dijatuhi hukuman penjara selama 3 bulan.
"Saya memang bersalah, saya akui. Namun, saya ingin tahu, berapa meter sebenarnya yang saya lampaui? Itu yang saya minta dijelaskan melalui banding nanti," katanya.
Setelah putusan, pihak Sri Rejeki menghentikan akses jalan yang selama ini digunakan oleh keluarganya.
Ia mengakui telah melaporkan ke ketua RT hingga ke kelurahan, tetapi belum mendapatkan penyelesaian. Akhirnya, ia merekam video anaknya yang harus melewati sungai dan membagikannya di media sosial.
"Kasihan anak saya," ujarnya.
Klarifikasi Pemilik Lahan
Sri Rejeki, sebagai pemilik lahan, memberikan penjelasan melalui perwakilannya, Roberto Sinaga.
Ia menegaskan bahwa tindakan yang dilakukannya bukanlah tindakan sewenang-wenang, melainkan murni pelaksanaan hukum.
"Hanya menjalankan penegakan hukum yang benar, sesuai dengan proses hukum yang telah berlangsung sejak 2019," kata Roberto saat dimintai konfirmasi, Selasa.
Roberto menjelaskan bahwa perselisihan kepemilikan tanah antara kliennya dan Juladi Boga Siagian telah melalui berbagai tahapan hukum, termasuk mediasi yang gagal.
Dalam persidangan pidana, Siagian dihukum karena menggunakan lahan tanpa izin yang sah. Menurut Roberto, bukti yang diajukan Siagian dinilai tidak kuat dari sudut hukum.
Siagian hanya memperlihatkan denah rumah yang digambar dengan pulpen. Hal itu tidak dapat dibuktikan secara sah di pengadilan.
"Meskipun kepemilikan tanah klien kami jelas, dibuat di hadapan pejabat pemerintah dan memiliki legalitas seperti SHM atau SHGB," katanya.
Ia menegaskan bahwa rumah milik Siagian hanya sedikit saja yang terkena dampak.
Hanya 3,5 meter yang masuk. Hal ini telah diukur oleh BPN dan memang terkena bangunan milik Siagian," tambah Roberto.
Diusir Warga
Kasus ini berbuntut panjang.
Warga RT 07/ RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor mengharapkan agar Juladi Boga Siagian, orang tua anak sekolah dasar (SD), meninggalkan tempat tinggalnya.
Permintaan masyarakat tercantum dalam spanduk yang dipasang di dekat tempat tinggal Juladi berisi "Warga RT 07/ RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor menolak seseorang bernama Juladi Boga Siagian. Masyarakat mengimbau agar yang bersangkutan segera pindah dari RT 07/ RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor.".
Ketua RT 07 Bendan Ngisor, Sugito, menyatakan bahwa tulisan tersebut mencerminkan aspirasi masyarakat.
"Itu kesepakatan yang diambil oleh warga," ujar Sugito, dilansir dariKompas.com.
Ia mengatakan, penduduk sekitar merasa terganggu oleh anjing peliharaan Juladi yang dibiarkan berkeliaran.
"Termasuk sampah," ujarnya.
Sementara tetangga Juladi yang tidak ingin disebutkan namanya juga menyampaikan pendapat yang sama.
Bendera yang dipasang di pagar dekat rumah Juladi berasal dari kesepakatan warga.
"Ia (Juladi) juga tidak pernah bercampur dengan warga," katanya.
Pengakuan Juladi
Dikonfirmasi secara terpisah, Juladi menyatakan bahwa anjing peliharaannya selalu ia awasi meskipun dibiarkan bergerak di luar area tempat tinggalnya.
"Jadi anjing itu kami masukkan hingga ada pintu. Jadi setelah keluar, kami pantau terlebih dahulu baru kami masukkan," katanya.
===
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Channel Whatsapp Harian Surya. Dengan Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan memberikan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari berbagai wilayah di Jawa Timur.
Klik di sini untuk untuk bergabung