Analisis Puisi 'Gugur' Karya WS Rendra dari Sisi Pemilihan Diksi, Imaji dan Pilihan Kata Konkret

Analisis Puisi 'Gugur' Karya WS Rendra dari Sisi Pemilihan Diksi, Imaji dan Pilihan Kata Konkret: Ia merangkak di atas bumi yang dicintainya

Dalam samudra sastra Indonesia yang luas dan penuh gelora, berdiri tegak sosok W.S. Rendra—Dr. Willibrordus Surendra Broto Narendra, S.S., M.A.—bagaikan mercusuar yang memancarkan cahaya kejujuran dan keberanian. Seorang penyair, dramawan, aktor, sekaligus sutradara teater, Rendra tidak hanya menulis—ia menggugah. Sejak usia muda, ia telah menorehkan kata-kata yang membakar semangat, menggoreskan luka sejarah, dan menyulut nyala kesadaran dalam puisi, drama, cerpen, hingga esai.

Salah satu karya yang bergetar kuat dalam relung-relung nasionalisme adalah puisi berjudul Gugur. Dalam bait-baitnya yang sederhana namun tajam, Rendra menyuarakan tragedi dan kemenangan, kepedihan dan kebanggaan, tentang seorang pahlawan bangsa yang rela menyerahkan nyawa demi tegaknya kemerdekaan. Ia tidak sekadar gugur—ia bangkit dalam kenangan, hidup dalam semangat tanah air yang merdeka.

Puisi ini bukan sekadar untaian kata, tetapi nyala api perjuangan. Ia mengandung nilai moral yang mendalam, seperti keteguhan hati, keberanian, dan cinta tanah air yang tak tergoyahkan. Nilai-nilai ini adalah warisan abadi yang harus dijaga dan dihidupi oleh generasi muda Indonesia—terutama oleh anak-anak negeri yang akan memegang estafet masa depan. Gugur bukan hanya seruan masa lalu, melainkan cermin yang memantulkan harapan masa depan: agar kita tidak alpa terhadap arti kemerdekaan dan tetap meneladani sikap pantang menyerah dari para patriot sejati.

Membaca Gugur adalah menyelami makna pengorbanan. Menganalisisnya adalah membuka jendela sejarah, tempat kita bisa melihat jiwa seorang pejuang yang tak gentar walau maut menjemput. Dan memahami puisi ini adalah tugas kita semua—sebagai wujud penghormatan atas darah yang telah tertumpah demi merah putih tetap berkibar di langit Ibu Pertiwi.

GUGUR

Karya : W.S. Rendra

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Tiada kuasa lagi menegak

Telah ia lepaskan dengan gemilang

pelor terakhir dari bedilnya

Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Ia sudah tua

luka-luka di badannya

Bagai harimau tua

susah payah maut menjeratnya

Matanya bagai saga

menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu

lima pemuda mengangkatnya

di antaranya anaknya

Ia menolak

dan tetap merangkak

menuju kota kesayangannya

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Belum lagi selusin tindak

mautpun menghadangnya.

Ketika anaknya memegang tangannya

ia berkata :

" Yang berasal dari tanah

kembali rebah pada tanah.

Dan aku pun berasal dari tanah

tanah Ambarawa yang kucinta

Kita bukanlah anak jadah

Kerna kita punya bumi kecintaan.

Bumi yang menyusui kita

dengan mata airnya.

Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.

Bumi kita adalah kehormatan.

Bumi kita adalah juwa dari jiwa.

Ia adalah bumi nenek moyang.

Ia adalah bumi waris yang sekarang.

Ia adalah bumi waris yang akan datang."

Hari pun berangkat malam

Bumi berpeluh dan terbakar

Kerna api menyala di kota Ambarawa

Orang tua itu kembali berkata :

"Lihatlah, hari telah fajar !

Wahai bumi yang indah,

kita akan berpelukan buat selama-lamanya !

Nanti sekali waktu

seorang cucuku

akan menacapkan bajak

di bumi tempatku berkubur

kemudian akan ditanamnya benih

dan tumbuh dengan subur

Maka ia pun berkata :

-Alangkah gemburnya tanah di sini!"

Hari pun lengkap malam

ketika menutup matanya 

Analisis Puisi Gugur Buah Karya W.S. Rendra

Menurut kajian teori mengenai struktur fisik dan struktur batin puisi, begini analisis puisi Gugur karya W.S. Rendra menggunakan pendekatan strukturalisme.

Struktur Fisik Puisi

Diksi

Diksi adalah pemilihan kata yang digunakan sehingga sebuah puisi mempunyai nilai estetika yang tinggi. Adapun diksi yang diterapkan W.S. Rendra, dalam puisi Gugur tergolong sederhana, namun kesederhanaannya tersebut justru memberikan kesan yang mendalam, sangat tepat, dan mengena. 

diksi dibagi menjadi 2 macam, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif menyatakan arti yang sebenarnya dari sebuah kata. Makna ini berhubungan erat dengan bahasa ilmiah. Sedangkan makna konotatif adalah suatu jenis kata yang memiliki arti bukan sebenarnya dari sebuah kata. Contoh diksi yang mengandung makna konotatif pada puisi Gugur karya W.S. Rendra terdapat pada penggalan puisi bait kedua berikut ini.

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya 

Makna : tetap berjalan meskipun tertatih-tatih di atas tanah yang ia cintai

Selanjutnya, contoh diksi yang mengandung makna denotatif pada puisi Gugur karya W.S. Rendra terdapat pada penggalan puisi           bait kedua berikut ini.

Ia sudah tua

luka-luka di badannya

Imaji

Imaji atau pengimajian adalah rangkaian kata yang akan melibatkan penggunaan alat indera manusia, seperti indera penciuman, indera penglihatan dan lainnya. Imaji yang terdapat pada puisi gugur adalah imaji penglihatan dan imaji perabaan.

Imaji penglihatan, yaitu gambaran dalam otak kita yang seakan-akan melihat bagaimana bentuk/hal sebagaimana yang tercantum dalam puisi. Berikut ini adalah penggalan puisi yang menunjukkan adanya imaji penglihatan.

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Tiada kuasa lagi menegak

Telah ia lepaskan dengan gemilang

pelor terakhir dari bedilnya

Ke dada musuh yang merebut kotanya

Imaji perabaan, yaitu gambaran dalam otak seakan-akan kita merasakan dengan indra peraba (kulit) apa yang tercantum dalam puisi. Berikut ini adalah penggalan baris puisi yang menunjukkan adanya imaji perabaan.

Ketika anaknya memegang tangannya

ia berkata :

" Yang berasal dari tanah

kembali rebah pada tanah.

Kata Konkret

Kata konkret merujuk pada kata yang acuannya nyata atau dapat diserap oleh pancaindera manusia. Kata konkret adalah cara yang dilakukan penyair dalam mengartikan suatu kata secara menyeluruh.

Pada konteks puisi Gugur kata konkret dapat ditunjukkan dari adanya kata 'ia' yang menggambarkan seorang pejuang yang berusia senja, namun tetap semangat dan pantang menyerah memperjuangkan tanah airnya, yaitu tanah Ambarawa, Indonesia.

Muncul pula kata lain seperti 'bedil', 'musuh', 'kota', 'pemuda', 'anaknya', 'malam', 'badan', 'tanah', 'api', 'bajak', dan 'benih'.

Sedangkan kata kunci yang dapat menggambarkan peristiwa yang ada dalam puisi adalah kata 'merangkak', 'maut', dan 'menutup matannya.

***

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم

Comments