Ketahanan Pangan, Energi, dan Ekonomi Berkelanjutan

Ketahanan Pangan, Energi, dan Ekonomi Berkelanjutan

Oleh: Prof Dr Apridar SE MSi,Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala serta Ketua Dewan Pakar ICMI Aceh

 

KETAHANANpangan dan energi merupakan dua dasar penting dalam mencapai perekonomian yang berkelanjutan di Aceh.

Dalam visi jangka panjang pembangunan Aceh 2025–2045, yaitu "Aceh Islami, Maju, dan Berkelanjutan," ketahanan dalam bidang ini merupakan bagian dari upaya menyeluruh untuk mewujudkan perubahan ekonomi serta ketahanan sosial-ekologis.

Ketersediaan pangan dan energi tidak hanya terkait dengan keberadaan fisik, tetapi juga melibatkan akses yang mudah, kelangsungan produksi, serta kemampuan daerah untuk menghadapi ketidakstabilan global.

 

Secara historis, Aceh memiliki dasar yang kuat dalam membangun ketahanan pangan dan energi.

Sumber daya alam yang berlimpah, mulai dari tanah yang subur hingga potensi energi terbarukan seperti air, angin, dan sinar matahari, merupakan keunggulan yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal.

Sayangnya, ketergantungan terhadap bidang tertentu, misalnya minyak dan gas, telah menghambat perkembangan optimal sektor pangan dan energi lokal.

Meskipun di tengah tantangan perubahan iklim, ketidakpastian geopolitik, dan fluktuasi harga energi global, ketersediaan pangan dan energi yang stabil menjadi kebutuhan mendesak.

 

Makanan sebagai Dasar Ekonomi yang Berkelanjutan

 

Ketersediaan pangan mengacu pada upaya memastikan seluruh penduduk Aceh mampu memperoleh makanan yang cukup, aman, dan bernutrisi setiap saat.

Ini secara langsung terkait dengan upaya pemberantasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, serta peningkatan kualitas kehidupan, yang juga menjadi tujuan dalam RPJPA Aceh 2025-2045.

 

Namun, tantangan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sektor pertanian, perikanan, dan peternakan Aceh masih kurang kuat.

Produksi pertanian masih rendah karena keterbatasan sistem irigasi, penerapan teknologi modern yang belum maksimal, serta kurangnya dukungan dari penelitian lokal. Di samping itu, perubahan iklim menyebabkan ketidaknormalan musim yang berdampak pada hasil panen.

 

Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan perubahan mendasar dalam sektor pangan Aceh. Pertama, peningkatan hasil pertanian melalui penggunaan alat dan metode budidaya yang lebih modern menjadi prioritas utama.

Penggunaan teknologi pertanian yang berbasis Internet of Things (IoT), drone untuk pemetaan lahan, serta pemanfaatan benih unggul yang tahan terhadap iklim ekstrem perlu segera diimplementasikan.

Kedua, memperluas produksi tanaman pangan lokal seperti sagu, ubi, dan jagung melalui diversifikasi pertanian dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras.

Ketiga, penguatan koperasi tani dan nelayan sebagai organisasi ekonomi masyarakat akan memperkuat posisi petani dan nelayan dalam rantai pasok, meningkatkan kemampuan negosiasi, serta mendorong peningkatan nilai di tingkat lokal.

 

Sangat penting pula untuk memperkuat ketahanan pangan dengan mengandalkan kearifan lokal. Contohnya, menerapkan sistem pertanian berputar yang telah terbukti efektif dalam menghadapi iklim tropis.

Sama halnya dengan peningkatan cadangan pangan lokal, baik melalui penyimpanan pangan masyarakat maupun kebijakan stok penyangga pemerintah setempat.

 

Energi sebagai Pendorong Ekonomi Masa Depan

 

Selain kebutuhan pangan, energi merupakan faktor penting dalam proses pembangunan ekonomi. Aceh memiliki potensi yang besar dalam pengembangan energi terbarukan. Listrik tenaga air dari daerah pegunungan, energi matahari akibat intensitas sinar matahari yang tinggi, serta potensi energi angin di wilayah pesisir, menawarkan kesempatan besar untuk mencapai kemandirian energi.

 

Saat ini, beberapa daerah di Aceh masih menghadapi masalah pasokan listrik yang tidak stabil. Ketergantungan pada sumber energi fosil dan sistem jaringan listrik tradisional menyebabkan banyak wilayah terpencil mengalami kekurangan pasokan energi.

Oleh karena itu, peralihan energi menjadi kebutuhan yang mendesak, sejalan dengan tujuan RPJPA Aceh dalam mengurangi intensitas emisi gas rumah kaca.

 

Langkah penting yang perlu dilakukan adalah mempercepat pemanfaatan energi terbarukan yang berbasis masyarakat.

Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di desa-desa pegunungan, pemasangan panel surya di daerah terpencil, serta pemanfaatan biogas dari limbah pertanian dan peternakan harus diperluas.

Oleh karena itu, energi bisa dihasilkan dan dimanfaatkan secara lokal, mengurangi ketergantungan terhadap pihak luar, serta menciptakan kesempatan usaha baru yang berbasis energi ramah lingkungan.

 

Selain itu, diperlukan pendukung investasi swasta di bidang energi bersih, termasuk melalui pemberian insentif pajak, kemudahan izin, serta perlindungan hukum.

Pemerintah Aceh perlu menyusun peta jalan transisi energi yang jelas, agar arah pembangunan energi menjadi lebih terencana, dapat diukur, serta terhubung dengan pembangunan sektor lainnya.

 

Kolaborasi Pangan dan Energi dalam Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan

 

Ketersediaan pangan dan energi tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya perlu diintegrasikan dalam satu kerangka pembangunan yang berkelanjutan.

Sebagai contoh, pengembangan agroindustri yang berbasis energi terbarukan dapat menjadi jawaban. Dengan memanfaatkan energi matahari untuk menggerakkan mesin pengering gabah atau menggunakan biogas untuk pabrik pengolahan hasil pertanian, ketersediaan pangan dan energi saling mendukung.

 

Program ketahanan pangan dan energi juga perlu menerapkan prinsip inklusivitas. Petani kecil, nelayan tradisional, perempuan di daerah pedesaan, serta masyarakat adat harus menjadi pelaku utama, bukan hanya sebagai pihak yang menerima manfaat. Mereka perlu mendapatkan kesempatan untuk mengakses modal, pelatihan, teknologi, dan pasar.

 

Salah satu model yang bisa dikembangkan adalah desa mandiri energi dan pangan. Desa ini mengelola sumber pangan dan energi secara lokal, memanfaatkan potensi yang tersedia, serta menciptakan jaringan distribusi yang efisien antar-desa. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kemandirian wilayah, tetapi juga menurunkan emisi karbon dan memperkuat ketahanan ekonomi daerah terhadap tantangan global.

 

Peran Pemerintah dan Lembaga Pendidikan

 

Pemerintah Aceh memainkan peran penting dalam mendorong ketahanan pangan dan energi. Kebijakan yang mendukung petani, nelayan, serta pengusaha energi bersih perlu menjadi prioritas utama.

Pengembangan dan penelitian makanan lokal serta teknologi energi terbarukan perlu dijadikan sebagai prioritas utama.

 

Instansi pendidikan, khususnya perguruan tinggi di Aceh, perlu berperan lebih giat dalam mendukung inisiatif ini.

Penelitian kreatif mengenai pertanian berkelanjutan, sistem energi mikrogrid, serta pengolahan limbah menjadi sumber energi perlu diperkuat. Selain itu, program pengabdian masyarakat yang berbasis teknologi sesuai kebutuhan dapat menjadi jembatan antara kampus dan kebutuhan penduduk pedesaan.

 

Menciptakan ketahanan pangan dan energi demi ekonomi Aceh yang berkelanjutan bukanlah tugas yang dapat selesai dalam satu atau dua tahun. Ini merupakan proyek besar yang melibatkan berbagai generasi dan memerlukan komitmen kuat, inovasi terus-menerus, serta partisipasi aktif dari seluruh pihak.

Berkat kekayaan sumber daya alam, semangat kebersamaan masyarakat Aceh, serta visi pembangunan jangka panjang yang telah ditetapkan, harapan tersebut sangat wajar.

 

Jika tindakan nyata segera dilakukan, Aceh tidak hanya akan menjadi wilayah yang islami, berkembang, dan berkelanjutan sesuai visinya, tetapi juga dapat menjadi contoh ketahanan pangan dan energi yang memotivasi daerah lain di Indonesia bahkan dunia.

Masa depan Aceh berada di tangan kita. Marilah kita wujudkan bersama. Semoga dengan adanya kerja ikhlas dan kerja cerdas, kita dapat meraih keberkahan, amin.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama