
Matahari belum menyentuh ketinggian saat deretan los di Pasar Hewan Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan mulai ramai. Bau makanan hewan dan suara burung berkicau saling bersahutan di tengah keramaian kendaraan yang berlalu lalang.
Di tengah kesibukan kegiatan, muncul rasa cemas yang dirasakan oleh para pedagang; berita tentang pemindahan yang masih belum jelas tujuannya.
Yuli (45), penjual pakan dan hewan peliharaan, terlihat duduk di depan tokonya. Sejak tahun 2004, ia bersama suaminya menggantungkan kehidupannya di Pasar Barito, Kebayoran Baru. Namun belakangan, isu pemindahan ke Lenteng Agung membuatnya merasa cemas.
"Sebenarnya agak khawatir sih, tapi kita bersama para pedagangnya, jadi kita berjuang saja mas," kata Yulia saat diwawancarai.di Pasar Barito, Senin (4/8)
"Menurut saya, istilah relokasi seharusnya sudah ada tempat tujuan, Pak," tambahnya.

Ia mengakui telah melakukan survei ke lokasi pengganti di Lenteng Agung. Yang ditemui bukanlah bangunan kios-kios, melainkan lahan kosong.
"Masih belum ada apa-apa, hanya lahan kosong. Maka itu disebut bukan pemindahan," katanya.
Yuli mengatakan, hingga saat ini belum ada surat resmi dari pemerintah yang menentukan tanggal pasti pemindahan, apalagi keputusan resmi terkait relokasi.
Ia mengakui informasi hanya diperoleh secara lisan saat sosialisasi pada 18 Juli lalu. Keesokan harinya, Yuli bersama beberapa pedagang langsung melakukan pengecekan lokasi yang disebut-sebut akan menjadi pasar baru.

"Ketika kita melihatnya, ada lahan kosong, kita kembali menelepon. Mereka mengatakan, ya, ada tulisan Palang Satpol PP," katanya.
Menurut Yuli, sebelum opsi pemindahan ke Lenteng Agung muncul, pernah ada rencana untuk mengalihkan pedagang ke Pasar Jaya Mampang. Namun, setelah dilakukan pengecekan, lokasi tersebut dinilai tidak memadai.
"Di Mampang kita ditempatkan di lantai tiga. Tangga saja tidak kuat. Barang kami berat-berat, makanan kucing 20 kilogram, pasir. Jika barang datang juga sulit," keluhnya.
Bersama para pedagang lainnya, Yuli mengatakan telah mencoba memberikan solusi alternatif kepada pemerintah.
"Kita sudah berbicara, jika kios satu dan dua dihilangkan untuk akses jalan ke taman tidak masalah. Kan enak, ke taman bisa melihat hewan, ada makanan, buah-buahan. Kalau sepi bagaimana?" katanya.

Ia juga menyebutkan bahwa pasar tersebut baru saja mengalami revitalisasi dua tahun lalu.
"Sudah bagus, sudah rapi. Mengapa harus dibongkar lagi?" keluhnya.
Di toko lain, Cipto—pedagang yang menjual hewan peliharaan—masih belum berpindah dari posisinya. Ia tetap membuka usahanya meskipun kabar tentang pemindahan semakin santer.
"Ya masih berdagang, hanya saja suasana hati jadi tidak tenang karena berita-berita seperti itu," katanya.
"Alasannya, belum ada surat resmi dari Pemprov, tidak ada. Suruh pergi juga tidak ada," tambah Cipto.
Cipto mengakui telah berdagang di Pasar Barito selama 20 tahun. Menurutnya, pemindahan seharusnya dilakukan dengan perencanaan yang matang dan melalui musyawarah bersama.

"Sebenarnya merasa cemas. Jika pindah ke lokasi baru, mencari pelanggan kembali mungkin agak sulit. Jika pemerintah ingin memperbaiki taman, sebaiknya diskusikan dengan para pedagang. Yang diinginkan bagaimana," katanya.
Sampai saat ini, dia belum pernah berbicara langsung dengan pihak Pemkot atau Pemprov mengenai nasib para pedagang.
"Tidak ada perintahnya ya, seperti itu saja, dikosongkan seperti ini," tambahnya.

Kekhawatiran para pedagang tidak hanya terkait dengan lokasi, tetapi juga nasib puluhan hewan peliharaan serta tumpukan barang dagangan yang tidak bisa dipindahkan dalam sekejap.
Di sisi lain, ketiadaan kejelasan dari pihak pemerintah menyebabkan mereka terjebak tanpa tujuan.
Meski dihadapkan pada ketidakpastian, para pedagang Pasar Barito tetap memutuskan untuk bertahan. Toko-toko tetap beroperasi, hewan-hewan tetap dipelihara, dan harapan masih tergantung—setidaknya sampai ada kejelasan yang benar-benar resmi dari pemerintah.