
PEMBLOKIRAN rekening dormantatau pasif dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapat kritik dari berbagai pihak. Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, misalnya, mengkritik tindakanPPATK memblokir rekening pasiftanpa izin dari pemilik rekening tersebut melanggar hak-hak konsumen.
"Penutupan atau pembekuan rekening harus mendapatkan persetujuan dari pemilik rekening. Tanpa izin konsumen, PPATK melakukan tindakan yang melanggar hukum," ujar Huda dalam keterangan resmi yang dilansir pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Selain itu, ekonom senior Indef serta Rektor Universitas Paramadina Didik Rachbini menganggap tindakan PPATK dalam membekukan rekening pasif bertentangan dengan tugas dan peran PPATK.
Menurut Didik, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tugas utama PPATK adalah mencegah serta mengatasi tindak pidana pencucian uang. Apabila terdapat laporan transaksi keuangan yang mencurigakan (LTKM), PPATK bekerja sama dengan lembaga hukum untuk melaporkannya.
Namun, menurutnya, PPATK bukan lembaga yang berwenang untuk bertindak sendiri dengan memblokir secara besar-besaran akun-akun yang diduga terindikasi. "Ini sebenarnya melanggar tugas dan fungsi PPATK itu sendiri," kata Didik dalam keterangan resmi pada Kamis, 31 Juli 2025.
Didik menyatakan bahwa tugas dan fungsi PPATK bersifat tidak langsung dalam penanganan perkara, yaitu dengan memberikan rekomendasi hasil analisis kepada penyidik, jaksa, atau hakim. Selanjutnya, pihak berwenang dalam sistem hukum menentukan apakah rekening nasabah dapat dihentikan atau tidak.
PPATK Mengatakan Pembekuan Rekening Pasif Sesuai dengan Aturan Hukum
Namun, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan bahwa pembekuan sementara rekening yang tidak aktif memiliki dasar hukum yang kuat. Ia menjelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan dalam rangka upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Dasarnya jelas, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU," ujar Ivan kepadaTempodi kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Juli 2025.
Ivan mengacu pada Pasal 44 UU TPPU yang memberi wewenang kepada PPATK untuk menahan sementara transaksi keuangan jika ditemukan indikasi kuat kaitannya dengan tindak pidana. Ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i menyebutkan, dalam menjalankan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, PPATK berhak meminta penyedia jasa keuangan untuk menahan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai berasal dari tindak pidana.
Menurutnya, rekening yang tidak aktif dan diblokir dipilih secara terpilih melalui sistem deteksi serta analisis berbasis risiko. "Kami hanya melindungi. Setelah diverifikasi dan tidak terkait dengan kejahatan, maka kami kembalikan," katanya.
Ia menyebutkan bahwa rekening pasif merujuk pada rekening yang tidak aktif, data yang tidak diperbarui, serta tidak menunjukkan aktivitas rutin dalam jangka waktu tertentu. Dalam penerapannya, rekening-rekening ini mudah dimanipulasi oleh pihak lain untuk menyimpan aliran dana ilegal atau digunakan secara salah untuk tindakan kriminal.
Kepala PPATK Mengatakan Transaksi Judi Menurun Hingga 70 Persen
Kepala PPATK juga menyebutkan adanya transaksi perjudianonline(judul) menurun setelah institusinya membekukan rekeningdormantLangkah tersebut, menurutnya, ditujukan pada akun yang sering digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menyembunyikan aliran dana ilegal. "Makna terbaik yang kami lihat ketika melakukan pembekuan rekening, transaksi judi turun hingga 70 persen," kata Ivan.
Ivan mengatakan PPATK mencatat peningkatan jumlah deposit permainan judi online hingga Rp 5 triliun pada saat perayaan Lebaran. Setelah rekening yang tidak aktif dibekukan sementara, pada bulan berikutnya, yaitu Mei, angkanya berkurang menjadi Rp 2,9 triliun. Selanjutnya turun lagi pada Juni dengan besaran deposit sebesar Rp 1,5 triliun. “Frekuensi transaksi terus menurun, dari Rp 33 juta hingga di bawah Rp 3 juta,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa banyak dari rekening pasif tersebut digunakan sebagai jalur kegiatan judi. Ia juga mengklaim bahwa kebijakan pembekuan rekening pasif yang dilakukan PPATK berdampak pada gangguhan operasional sejumlah jaringan judi dan aktivitas tindak pidana lainnya.
Penyebabnya, kat dia, rekening dormantRekening yang diblokir oleh PPATK diduga rentan dimanfaatkan untuk tindak kejahatan keuangan, termasuk tindak pidana pencucian uang. Dari sekitar satu juta rekening yang diduga terkait TPPU, PPATK menemukan 150 ribu di antaranya adalah rekening yang tidak aktif.
Ivan menyatakan bahwa rekening pasif yang diblokir akan kembali dibuka setelah dipastikan tidak terkait dengan tindak pidana. Pemilik rekening tersebut tetap dapat mengakses uangnya kembali jika datang ke bank dan telah diverifikasi, “Tidak lebih dari 24 jam akan dibuka kembali. Saat ini sudah ada 28 juta rekening yang kami buka kembali.”
Sebelumnya, PPATK mencatat lebih dari 140 ribu rekening yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun dengan total nilai sebesar Rp 428,37 miliar. Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M. Natsir Kongah, dalam pernyataan resmi pada Selasa, 29 Juli 2025, menyebutkan bahwa puluhan ribu rekening tersebut tidak digunakan. Selain itu, tidak ada pembaruan informasi nasabah.
Berdasarkan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK sejak tahun 2020, terdapat lebih dari satu juta rekening yang diduga terkait dengan kejahatan. Dari jumlah rekening tersebut, 150 ribu rekening di antaranya adalahnomineeArtinya, rekening tersebut diperoleh melalui kegiatan perdagangan rekening, peretasan, atau aktivitas ilegal lainnya.
Berikut adalah beberapa variasi dari teks tersebut: 1. Selanjutnya, rekening tersebut digunakan sebagai tempat penyimpanan dana hasil kejahatan, yang akhirnya menjadi tidak aktif. "Lebih dari 50 ribu rekening tidak menunjukkan aktivitas transaksi sebelum menerima dana ilegal," ujar Natsir. 2. Rekening tersebut kemudian dimanfaatkan untuk menyimpan dana dari tindak pidana, lalu berhenti beroperasi. "Lebih dari 50 ribu rekening tidak memiliki aktivitas transaksi sebelum menerima dana ilegal," kata Natsir. 3. Berikutnya, rekening itu digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana dan akhirnya tidak aktif. "Lebih dari 50 ribu rekening tidak menunjukkan aktivitas transaksi sebelum menerima dana ilegal," ucap Natsir. 4. Selanjutnya, rekening tersebut dipakai sebagai wadah dana hasil kejahatan, yang akhirnya tidak aktif. "Lebih dari 50 ribu rekening tidak memiliki aktivitas transaksi sebelum menerima dana ilegal," jelas Natsir. 5. Rekening tersebut kemudian digunakan untuk menyimpan dana dari tindakan kriminal, lalu menjadi tidak aktif. "Lebih dari 50 ribu rekening tidak menunjukkan aktivitas transaksi sebelum menerima dana ilegal," kata Natsir.
Ilona Estherina, Intan Setiawanty, dan Amelia Rahima Sarimembantu dalam penyusunan artikel ini.