
Remaja saat ini semakin aktif dalam berbagai kegiatan, baik akademik, olahraga, maupun aktivitas sosial. Namun, di balik semangat itu, ada tantangan besar yang dihadapi, salah satunya adalah masalah kesehatan seperti anemia. Berdasarkan data, 1 dari 6 remaja mengalami anemia, kondisi yang sering kali tidak disadari oleh orang tua maupun remaja itu sendiri. Padahal, anemia bisa berdampak serius terhadap prestasi dan tumbuh kembang anak.
Anemia membuat remaja cepat lelah, sulit fokus, dan rentan sakit. Kondisi ini jelas mengganggu aktivitas belajar maupun kegiatan sehari-hari. Banyak remaja yang sebenarnya mengalami gejala anemia, namun mereka menganggapnya hanya kelelahan biasa. Hal ini berbahaya karena anemia yang tidak ditangani dengan baik bisa memengaruhi konsentrasi belajar, performa olahraga, hingga produktivitas.
Faktor gaya hidup juga memperparah risiko anemia pada remaja. Misalnya, 62% anak sekolah ternyata kurang tidur karena kesibukan tugas, penggunaan gadget berlebihan, atau jadwal padat. Kurang tidur bukan hanya menurunkan daya tahan tubuh, tapi juga membuat tubuh kesulitan memulihkan energi, sehingga semakin memperburuk kondisi anemia.
Selain itu, pola makan remaja saat ini juga kurang sehat. Sebanyak 44% anak gemar mengonsumsi minuman manis setiap hari, yang meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan menurunkan kualitas nutrisi. Padahal, remaja membutuhkan asupan zat besi, protein, dan vitamin yang cukup untuk mencegah anemia. Kebiasaan konsumsi makanan instan dan jarang makan sayur semakin membuat kondisi ini memprihatinkan.
Tak hanya itu, ada juga faktor lingkungan yang memengaruhi gaya hidup remaja. Sebanyak 16% remaja sudah pernah merokok, yang jelas berdampak buruk pada kesehatan darah dan peredaran oksigen. Merokok juga memperbesar risiko gangguan jantung dan paru-paru, yang bisa memperparah kondisi tubuh lemah akibat anemia.
Kesehatan mental juga perlu diperhatikan. Data menunjukkan 1 dari 10 anak pernah mencoba bunuh diri karena merasa tidak punya ruang aman untuk berbicara. Kelelahan, tekanan akademik, serta masalah kesehatan fisik seperti anemia dapat menjadi pemicu stres yang berujung pada masalah mental. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesehatan remaja harus dilihat secara menyeluruh, baik fisik maupun mental.
Untuk mengatasi masalah anemia pada remaja, langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran orang tua, guru, dan masyarakat tentang pentingnya deteksi dini. Remaja perlu didorong untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan, terutama tes darah sederhana untuk mengetahui kadar hemoglobin. Selain itu, edukasi mengenai pola makan sehat yang kaya zat besi, seperti daging merah, sayuran hijau, dan kacang-kacangan, sangat penting.
Pemerintah dan sekolah juga bisa berperan dengan menyediakan program gizi seimbang, pemberian tablet tambah darah, serta kampanye hidup sehat. Dengan begitu, remaja tidak hanya aktif secara akademik dan sosial, tetapi juga memiliki tubuh sehat untuk mendukung produktivitas mereka.
Di era modern ini, menjadi remaja bukan hanya soal semangat mengejar prestasi, tapi juga menjaga kesehatan agar tetap kuat menghadapi tantangan. Anemia mungkin terlihat sepele, namun dampaknya sangat besar bagi masa depan generasi muda. Dengan kesadaran bersama, remaja Indonesia bisa tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi.